APLIKASI MASLOW’S HIERARCHY OF NEEDS YANG PENTING DALAM DUNIA PENDIDIKAN MATEMATIKA
A. Pendahuluan
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama
psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan terhadap pengalaman dan
tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi
diri manusia. Hal ini berarti bahwa potensi
manusia menjadi titik pokok yang ditekankan dalam suatu proses pendidikan.
Dengan kata lain psikologi humanistic menekankan seperti apa yang pernah
dikatakan oleh Driyakara bahwa pendidikan merupakan proses memanusiakan
manusia.
Schunk (2009)
mengatakan bahwa, teori humanistik
diterapkan sebagian besar kaum konstruktivis dan lebih menekankan proses
kognitif dan afektif. Teori humanistik menangani kemampuan masyarakat dan
potensi saat mereka membuat pilihan dan mencari kontrol atas kehidupan mereka
sendiri. Teori humanistik tidak menjelaskan perilaku dalam hal menguatkan
tanggapan terhadap rangsangan lingkungan. Hal inilah yang membedakan
aliran humanistik dan behaviourisme, dimana aliran ini menerapkan proses pendidikan
berdasarkan pada tanggapan terhadap rangsangan lingkungan sehingga dalam
konteks pendidikan, prosesnya ditekankan pada apa yang diinginkan oleh pendidik
bukan kesadaran penuh peserta didik.
Untuk itulah maka aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap
potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan
perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa berubah.
Bagi sejumlah ahli psikologi
humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi
humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan
tradisional behaviorisme dan psikoanalis.
Psikologi
humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal
dengan sebutan pendidikan humanistik. Pengembangan
aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus
dalam model pendidikan humanistik.
Aliran humanistik muncul pada
tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan
behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh
dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup
dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang
bersifat positif tentang manusia. Salah satu tokoh terpenting dari
aliran ini adalah Abraham Maslow.
B. Hierarki
Kebutuhan Maslow
Abraham H.
Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi
humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan
kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia
terdapat dorongan positif untuk
tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini,
dkk. 1993).
Maslow
(1968-1970) percaya bahwa tindakan manusia seutuhnya diarahkan menuju
pencapaian suatu tujuan. Perilaku manusia dapat berfungsi secara bersamaan,
misalnya, menghadiri pesta bisa memenuhi kebutuhan untuk harga diri dan
interaksi sosial. Maslow merasa bahwa teori-teori pengkondisian tidak menangkap
kompleksitas perilaku manusia. Untuk menyatakan bahwa seseorang bersosialisasi
di pesta salah satu karena sebelumnya telah menguatkan untuk melakukannya,
gagal untuk memperhitungkan peran saat sosialisasi untuk orang tersebut.
(Schunk,2009).
Maslow
berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni
kebutuhan estetis. Kebutuhan
jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini
terpuaskan, maka muncullah kebutuhan
keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti
dorongan untuk memiliki kawan dan
berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong
seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia
menggunakan prestasi sebagai
pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati,
dan dipercaya oleh orang lain.
Apabila seseorang telah dapat
memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi
lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini
tampil, tidaklah sama pada setiap
orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni
dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam
arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Hirarki
Kebutuhan Maslow (sering digambarkan sebagai sebuah piramida dengan lima
tingkat kebutuhan) adalah teori motivasi dalam psikologi yang berpendapat bahwa
sementara orang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, mereka berusaha untuk
memenuhi kebutuhan berturut-turut yang lebih tinggi dalam bentuk hirarki.
Yang paling
penting dilakukan manusia adalah berusaha untuk memenuhi kebutuhan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat hirarki/bertingkat. Kebutuhan yang lebih
rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi yang
dapat mempengaruhi perilaku (Schunk,2009)
Kebutuhan
Phisiological (Physiological Needs), merupakan kebutuhan pada tingkat
yang paling dasar, seperti air, makanan, dan udara. Kebutuhan ini
harus terpuaskan bagi setiap orang jika tidak maka orang akan terus
berusaha untuk memenuhinya (Schunk,2009)
Kebutuhan
keamanan, yang melibatkan rasa aman di lingkungannya, biasanya dalam keadaan
darurat.
Orang berupaya menghindar atau melarikan diri dan
akan meninggalkan harta berharga untuk menyelamatkan hidup mereka.
Kebutuhan keamanan juga diwujudkan dalam kegiatan seperti menyimpan uang,
mengamankan pekerjaan, dan mengambil polis asuransi (Schunk,2009)
Setelah
kebutuhan fisiologisl dan rasa aman terpenuhi, kebutuhan untuk rasa
memiliki (cinta) menjadi penting. Kebutuhan ini melibatkan memiliki hubungan
dengan orang lain, memiliki kelompok, dan memiliki teman dekat dan kenalan.
Rasa memiliki dicapai melalui pernikahan, komitmen pribadi, kelompok relawan,
klub, ke gereja dan mesjid, dan sejenisnya (Schunk,2009)
Kebutuhan harga
diri terdiri dari dalam diri sendiri dan dihargai orang lain. kebutuhan ini
tampak dalam keinginan untuk berprestasi tinggi, kepercayaan diri, kemampuan
kerja dan pengakuan dari orang lain (Schunk,2009)
Empat kebutuhan
yang telah disebutkan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Manusia
akan terus berusaha dan berjuang untuk memenuhinya kalau terjadi kekurangan.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh oleh Maslow (1968) sebagai “deprivation
needs”.
“…………kurangnya
kepuasan akan empat kebutuhan ini akan memotivasi orang untuk memuaskan mereka.
Kekurangan parah atau berkepanjangan dapat menyebabkan masalah mental
(Schunk,2009)
Selanjutnya
Maslow (1970) mengatakan bahwa tingkat tertinggi adalah aktualisasi diri, atau
pemenuhan diri. Perilaku dalam hal ini tidak digerakkan atau dimotivasi oleh
kekurangan melainkan keinginan seseorang untuk mengembangkan diri dan kebutuhan
untuk menjadi lebih mampu dalam segala hal (Schunk,2009)
Motif yang kuat
untuk mencapai prestasi di sekolah atau di luar sekolah merupakan
manifestasi dari aktualisasi diri. Tidak begitu banyak orang yang sampai pada
tingkat kebutuhan ini. Secara umum manusia berkeinginan untuk memperoleh
pendidikan karena manusia ingin mengaktualisasikan dirinya. Lembaga pendidikan
bertujuan agar seseorang mempunyai wadah untuk berusaha memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri. Namun tujuan ini belum selamanya tercapai, seperti apa yang
dikatakan Gobe (1970) :
Meskipun
kebanyakan orang melampaui “deprivation needs” dan berusaha ke arah
aktualisasi diri beberapa orang pernah sepenuhnya mencapai tingkat tersebut
-mungkin 1% dari populasi(Schunk,2009)
Aktualisasi
diri dapat diwujudkan dalam berbagai cara. Spesifikasi dari yang
kebutuhan tersebut tentunya akan sangat beragam dari setiap orang. Pada satu
orang mungkin berkeinginan untuk menjadi ibu yang ideal, orang lain mungkin
ingin tubuhnya dinyatakan atletis, dan lain-lain. Pada tingkat ini, terlihat
banyak perbedaan dari individu (Maslow, 1970). Ketika orang yang memiliki
“aktualisasi diri” berusaha untuk memecahkan masalah penting, mereka terlihat
berperanan dan mendedikasikan upaya mereka untuk memecahkan masalah tersebut.
Mereka juga menunjukan minat yang besar dalam sarana untuk mencapai tujuan
mereka. Hasil akhir (meluruskan yang salah atau memecahkan masalah) adalah sama
pentingnya sebagai sarana untuk akhir (pekerjaan sebenarnya dimana mereka
terlibat) (Schunk,2009)
C. Aplikasi Teori Maslow dalam Bidang Pendidikan
Implikasi dari teori Maslow dalam
dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila
guru menemukan kesulitan untuk
memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di
dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi
untuk belajar.
Menurut Maslow, guru tidak bisa
menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung,
sebelum memahami barangkali ada proses
tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi
anak-anak tersebut belum atau tidak
melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan
nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas dan
takut, dan lain-lain.
Hierarki
kebutuhan Maslow dapat membantu guru memahami siswa dan menciptakan
lingkungan untuk meningkatkan pembelajaran. Adalah tidak realistis untuk
mengharapkan siswa untuk menunjukkan minat dalam kegiatan kelas jika mereka
kekurangan kebutuhan fisiologis atau rasa aman. Anak-anak yang datang ke
sekolah tanpa sarapan dan yang tidak memiliki uang untuk makan siang tidak bisa
fokus dengan baik pada tugas/pembelajaran di kelas. Guru dapat bekerja sama
dengan konselor, kepala sekolah dan pekerja sosial untuk membantu keluarga
mereka atau mengusulkan anak-anak untuk disetujui masuk program makan gratis
atau pengurangan biaya sekolah. (Schunk,2009)
Beberapa siswa
akan mengalami kesulitan mengerjakan tugas dengan gangguan di dekatnya
(misalnya, gerakan dan kebisingan). Guru dapat bertemu dengan orang tua untuk
menilai apakah kondisi rumah mereka mengganggu aktifitas belajar. Gangguan di
rumah dapat mengakibatkan keinginan untuk lebih aman dalam belajar tidak
terpenuhi. Guru dapat mendorong orang tua agar menyediakan lingkungan
rumah yang menguntungkan untuk belajar, memastikan tidak ada gangguan di kelas
dan mengajar siswa keterampilan untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut
(misalnya, bagaimana untuk berkonsentrasi dan memperhatikan kegiatan kegiatan
akademik) (Schunk,2009)
Beberapa
sekolah tinggi memiliki masalah dengan kekerasan dan tekanan yang berhubungan
dengan perilaku geng. Jika siswa takut bahwa mungkin secara fisik mereka
dirugikan atau sering harus berurusan dengan tekanan untuk bergabung dengan geng,
berkonsentrasi pada tugas akademik, mungkin guru atau administrator
mempertimbangkan bekerjasama dengan siswa, orang tua, lembaga masyarakat dan
aparat penegak hukum untuk mengembangkan strategi yang efektif untuk
menghilangkan masalah keamanan. Isu-isu ini harus diatasi untuk membuat
atmosphire yang kondusif untuk belajar. Guru harus menyediakan kegiatan yang
dapat siswa selesaikan dengan sukses. (Schunk,2009).
Berikut banyak
sekali hal-hal yang merupakan beberapa aplikasi dari teori-teori
Maslow dalam proses pembelajaran,.
1. Open Education atau Pendidikan Terbuka
Pendidikan Terbuka adalah proses
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara
bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri.
Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Ciri utama dari proses ini adalah murid
bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam proses ini
mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau
pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran,
topik-topik, ketrampilan- ketrampilan atau minat-minat
tertentu. Pusat ini dapat memberikan petunjuk untuk mempelajari suatu
topik tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat
partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan guru (Rumini,
1993). Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini adalah sebagai berikut
:
1. Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar, artinya berbagai macam
bahan yang diperlukan untuk belajar harus ada. Murid tidak dilarang untuk bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak dilarang bicara, tidak ada
pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan.
2. Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka. Guru menangani masalah-masalah perilaku
dengan jalan berkomunikasi secara
pribadi dengan murid yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
3. Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersama- sama mendiagnosis
peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid memeriksa pekerjaan mereka
sendiri, guru mengamati dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
4. Pengajaran yang bersifat individual, sehingga tidak ada tes ataupun buku kerja
5. Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui murid dan
membuat catatan dan penilaian secara individual,
hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
6. Adanya kesempatan untuk pertumbuhan
professional bagi guru, dalam arti
guru boleh menggunakan bantuan orang lain termasuk
rekan sekerjanya.
7. Suasana kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses belajar yang membuat murid nyaman dalam
melakukan sesuatu.
Perlu untuk
diketahui, bahwa penelitian tentang efektivitas model ini menunjukkan adanya
perbedaan dengan proses pendidikan tradisional dalam hal
kreativitas, dorongan berprestasi, kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat
afektif secara lebih baik. Akan tetapi dari segi pencapaian prestasi belajar
akademik, pengajaran tradisional lebih berhasil dibandingkan poses
pendidikan terbuka ini.
2. Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif
Belajar
kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi
murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga karakteristik :
1. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), dan komposisi ini tetap selama beberapa
minggu.
2. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat
akademik dan melakukannya secara berkelompok.
3. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
3. Collaborative
Learning (Pembelajaran Kolaboratif)
Prinsip dari Pembelajaran
Kolaboratif adalah bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif.
Mahasiswa mengasimilasi informasi dan menghubungkannya dengan
pengetahuan baru melalui kerangka acuan pengetahuan sebelumnya.
Pembelajaran memerlukan suatu tantangan yang akan membuka wawasan
para mahasiswa untuk secara aktif berinteraksi dengan temannya. Di sini
mahasiswa akan mendapatkan keuntungan lebih jika mereka saling berbagi
Pembelajaran terjadi dalam lingkungan sosial yang memungkinkan terjadinya
komunikasi dan saling bertukar informasi, yang akan
memudahkan mahasiswa menciptakan kerangka pemikiran dan pemaknaan terhadap
hal yang dipelajari. Mahasiswa ditantang baik secara sosial maupun emosional
ketika menghadapi
perbedaan perspektif dan memerlukan suatu kemampuan untuk dapat mempertahankan ide-idenya.
perbedaan perspektif dan memerlukan suatu kemampuan untuk dapat mempertahankan ide-idenya.
Dengan demikian melalui proses ini mahasiswa
belajar menciptakan keunikan kerangka konseptual masing-masing dan secara aktif
terlibat dalam proses membentuk pengetahuan. Perkuliahan Mata
Kuliah Teori dan Psikologi Belajar yang telah dilakukan selama ini sebagian
menggunakan prinsip ini. Adapun prosedur pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :
1. Dosen
menjelaskan topik yang akan dipelajari
2. Dosen membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang
3. Dosen membagi
lembar kasus yang terkait dengan topik dipelajari
4. Mahasiswa
diminta membaca kasus dan mengerjakan tugas yang terkait dengan persepsi dan
solusi terhadap kasus
5. Mahasiswa
diminta mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam kelompok kecil
masing-masing dan mendiskusikan kesepakatan kelompok
6. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
dalam kelas dan meminta kelompok lain untuk m emberikan tanggapan
4. Competitive
Learning (Pembelajaran Kompetitif)
Prinsip pembelajaran ini adalah
memfasilitasi mahasiswa saling berkompetisi dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik. Kompetisi dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok. Kompetisi individual berarti
mahasiswa berkompetisi dengan dirinya sendiri
dibandingkan dengan pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok
dilakukan dengan membangun kerjasama. Prosedur proses pembelajaran
kompetitif adalah sebagai berikut : -
1. Dosen
menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Dosen
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan
jumlah anggota 5 - 7 orang
3. Dosen
menjelaskan prosedur tugas yang akan dikompetisikan dan standar penilaiannya
4. Dosen
memfasilitasi kelompok untuk dapat mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya
5. asing-masing
kelompok menunjukkan kinerjanya
6. Dosen
memberikan penilaian terhadap kinerja kelompok berdasar standar kinerja yang
telah disepakati
5. Case Based Learning (Pembelajaran Berdasar
Kasus)
Prinsip dasar dari metode ini adalah memfasilitasi mahasiswa untuk menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata. Dalam hal ini analisis kasus yang dikuasai tidak hanya berdasarkan common sense melainkan dengan bekal materi yang telah dipelajari. Pada akhirnya metode ini memfasilitasi mahasiswa untuk berkomunikasi dan berargumentasi terhadap analisis suatu kasus. Prosedur yang dilakukan dalam metode ini adalah :
1. Dosen
menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang akan digunakan
2. Dosen meminta mahasiswa mempelajari konsep dasar berkaitan dengan tujuan pembelajaran, dengan cara membaca buku
teks yang membahas materi tersebut.
3. Dosen membagikan lembar kasus yang telah dipersiapkandimana kasus ini
haruslah relevan dengan tujuan dan materi pembelajaran
4. Dosen membagikan lembar pertanyaan yang harus dijawab oleh mahasiswa berkaitan dengan pembahasan kasus
tersebut. Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga
menjadi panduan mahasiswa untuk dapat
menganalisis kasus berdasarkan
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin. 2007. Strategi
Pembelajaran dengan Paradigma Student Centered Learning (makalah dalam
Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui SCL, FPISB UII, Yogyakarta, 4 April
2007).
Harsono, 2007. Student
Centered Learning (makalah dalam Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui
SCL, FPISB UII, Yogyakarta, 4 April 2007).
Rumini, S. dkk.
1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Walgito, B.
2000. Peran Psikologi di Indonesia (Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru
Besar Fakultas Psikologi UGM). Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Psikologi
UGM.
Dale. H.
Schunk. 2009. Learning Theories : An Educational Perpective. Fifth
Edition. Pearson International Edition.
Baihagi, MIF.
2008. Psikologi Pertumbuhan : Kepribadian Sehat Untuk Mengembangkan
Optimisme. Bandung : Rosda
http://www.learning-theories.com/ akses, 20 Nopember 2011
Posting Komentar untuk "APLIKASI MASLOW’S HIERARCHY OF NEEDS YANG PENTING DALAM DUNIA PENDIDIKAN MATEMATIKA"
Pembaca boleh bebas berkomentar selama isi komentar berhubungan dengan isi postingan, menggunakan kalimat yang santun dan berguna bagi pengembangan blog ini.