Permasalahan Kenaikan Pangkat Guru dan Usaha Mengatasinya
Permasalahan Kenaikan Pangkat Guru dan Usaha Mengatasinya - Saat ini, banyak guru yang mengalami kendala dalam mengurus kenaikan pangkat. Penyebabnya adalah diberlakukannya Permen PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatur Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang telah resmi diberlakukan sejak Oktober 2013. Berbeda dengan peraturan yang lama, guru dapat naik pangkat secara reguler minimal 2 tahun sekali setelah memenuhi angka kredit yang dipersyaratkan.
Diberlakukannya Permen PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 dianggap telah menjadi batu sandungan bagi guru. Padahal, peraturan ini merupakan tuntutan untuk perbaikan kinerja dan profesionalitas guru di Indonesia demi meningkatkan kualitas pendidikan. Tuntutan yang paling memberatkan adalah pemenuhan unsur pengembangan profesi melalui kegiatan publikasi ilmiah dan karya inovatif.
Permasalahan yang Dihadapi Guru
Seperti diketahui, Guru yang akan naik pangkat harus mengumpulkan angka kredit dari publikasi ilmiah atau karya inovatif sebagai berikut: Untuk naik pangkat dari III/b ke III/c 4 poin, III/c dke III/d 6 poin, III/d ke IV/a sebanyak 8 poin. Sementara itu, guru yang naik pangkat dari IV/a ke IV/b harus mengumpulkan angka kredit 10 poin. Yang menjadi persoalan, membuat suatu karya tulis, apalagi yang bersifat ilmiah, ternyata bukan pekerjaan mudah bagi guru. Dalam dunia pendidikan di tanah air, hal ini sudah menjadi masalah nasional. Sebagian besar guru mengalami kesulitan memperoleh angka kredit yang diperoleh dari kegiatan membuat KTI. Akibatnya, proses kenaikan jenjang kepangkatan menjadi berhenti pada jenjang tertentu.
Menulis karya tulis ilmiah memang masih merupakan masalah yang umum dihadapi guru. Keterbatasan kemampuan guru dalam menulis dan melakukan penelitian disinyalir menjadi masalah utama yang dihadapi. Di samping keterbatasan kemampuan juga disebabkan oleh keterbatasan waktu. Para guru yang tersertifikasi bahkan wajib mengajar selama 24 jam perminggu. Di sisi lain, untuk membuat karya tulis hasil penelitian, semisal penelitian tindakan kelas (PTK) butuh waktu yang cukup. Proses PTK mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hasil membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Selain masalah keterbatasan waktu, para guru memiliki kendala dalam pelaksanaan PTK, membuat laporan PTK dan menuangkan hasil PTK tersebut dalam bentuk naskah publikasi yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah maupun karya ilmiah populer yang dimuat pada surat kabar.
Salah satu dampak yang muncul sebagai akibat dari diberlakukannya Permen PAN dan RB No.16 Tahun 2009 adalah guru menggunakan jasa orang lain untuk menulis karya tulis ilmiah. Padahal karya tulis ilmiah bersifat melekat sebagai pertanggungjawaban tertulis dari kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh guru berkaitan dengan tugas mengajar di ruang kelas. Selain menggunakan jasa penulis, para guru juga nekat membuat hal-hal yang tidak terpuji lainnya yanitu dengan melakukan plagiasi dari karya tulis orang lain.
PTK Sebagai Upaya Pemenuhan Unsur Pengembangan Profesi.
Para guru diwajibkan melaksanakan pengembangan profesi dengan menyelesaikan masalah nyata yang dihadapinya di sekolah. Dibandingkan dengan para dosen atau mahasiswa yang akan melakukan penelitian kependidikan, guru sebenarnya memiliki kemudahan karena beberapa hal berikut:
Pertama, guru memiliki otoritas terhadap subyek penelitian yaitu para siswa di sekolah atau kelasnya. Masalah penelitian merupakan masalah yang ditemukan di kelas atau sekolah dialami sendiri oleh guru. Guru tahu persis atas apa yang harus dikerjakannya menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karenannya, para guru dapat bekerjasama atau berkolaborasi dengan dosen atau mahasiswa yang akan melakukan penelitian tindakan kelas di kelasnya.
Kedua, pemenuhan angka kredit terbesar dari unsur publikasi ilmiah merupakan laporan hasil penelitian tindakan kelas yang dapat diseminarkan di KKG atau MGMP. Oleh karenanya, forum seperti ini sebetulnya dapat membuat guru menjadi lebih mudah untuk menghasilkan kredit atau poin dari unsur publikasi ilmiah.
Ketiga, hasil penelitian dapat dikembangkan atau diringkas lagi menjadi artikel yang dipublikasikan pada jurnal tingkat propinsi dan atau dipresentasikan pada seminar-seminar yang dilakukan di daerahnya. Jika penelitian dilakukan bersama kolaborator dari perguruan tinggi, maka presentasi seminar atau publikasi jurnal dapat menjadi lebih mudah.
Diberlakukannya Permen PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 dianggap telah menjadi batu sandungan bagi guru. Padahal, peraturan ini merupakan tuntutan untuk perbaikan kinerja dan profesionalitas guru di Indonesia demi meningkatkan kualitas pendidikan. Tuntutan yang paling memberatkan adalah pemenuhan unsur pengembangan profesi melalui kegiatan publikasi ilmiah dan karya inovatif.
Permasalahan yang Dihadapi Guru
Seperti diketahui, Guru yang akan naik pangkat harus mengumpulkan angka kredit dari publikasi ilmiah atau karya inovatif sebagai berikut: Untuk naik pangkat dari III/b ke III/c 4 poin, III/c dke III/d 6 poin, III/d ke IV/a sebanyak 8 poin. Sementara itu, guru yang naik pangkat dari IV/a ke IV/b harus mengumpulkan angka kredit 10 poin. Yang menjadi persoalan, membuat suatu karya tulis, apalagi yang bersifat ilmiah, ternyata bukan pekerjaan mudah bagi guru. Dalam dunia pendidikan di tanah air, hal ini sudah menjadi masalah nasional. Sebagian besar guru mengalami kesulitan memperoleh angka kredit yang diperoleh dari kegiatan membuat KTI. Akibatnya, proses kenaikan jenjang kepangkatan menjadi berhenti pada jenjang tertentu.
Menulis karya tulis ilmiah memang masih merupakan masalah yang umum dihadapi guru. Keterbatasan kemampuan guru dalam menulis dan melakukan penelitian disinyalir menjadi masalah utama yang dihadapi. Di samping keterbatasan kemampuan juga disebabkan oleh keterbatasan waktu. Para guru yang tersertifikasi bahkan wajib mengajar selama 24 jam perminggu. Di sisi lain, untuk membuat karya tulis hasil penelitian, semisal penelitian tindakan kelas (PTK) butuh waktu yang cukup. Proses PTK mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan hasil membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Selain masalah keterbatasan waktu, para guru memiliki kendala dalam pelaksanaan PTK, membuat laporan PTK dan menuangkan hasil PTK tersebut dalam bentuk naskah publikasi yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah maupun karya ilmiah populer yang dimuat pada surat kabar.
Salah satu dampak yang muncul sebagai akibat dari diberlakukannya Permen PAN dan RB No.16 Tahun 2009 adalah guru menggunakan jasa orang lain untuk menulis karya tulis ilmiah. Padahal karya tulis ilmiah bersifat melekat sebagai pertanggungjawaban tertulis dari kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh guru berkaitan dengan tugas mengajar di ruang kelas. Selain menggunakan jasa penulis, para guru juga nekat membuat hal-hal yang tidak terpuji lainnya yanitu dengan melakukan plagiasi dari karya tulis orang lain.
PTK Sebagai Upaya Pemenuhan Unsur Pengembangan Profesi.
Para guru diwajibkan melaksanakan pengembangan profesi dengan menyelesaikan masalah nyata yang dihadapinya di sekolah. Dibandingkan dengan para dosen atau mahasiswa yang akan melakukan penelitian kependidikan, guru sebenarnya memiliki kemudahan karena beberapa hal berikut:
Pertama, guru memiliki otoritas terhadap subyek penelitian yaitu para siswa di sekolah atau kelasnya. Masalah penelitian merupakan masalah yang ditemukan di kelas atau sekolah dialami sendiri oleh guru. Guru tahu persis atas apa yang harus dikerjakannya menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karenannya, para guru dapat bekerjasama atau berkolaborasi dengan dosen atau mahasiswa yang akan melakukan penelitian tindakan kelas di kelasnya.
Kedua, pemenuhan angka kredit terbesar dari unsur publikasi ilmiah merupakan laporan hasil penelitian tindakan kelas yang dapat diseminarkan di KKG atau MGMP. Oleh karenanya, forum seperti ini sebetulnya dapat membuat guru menjadi lebih mudah untuk menghasilkan kredit atau poin dari unsur publikasi ilmiah.
Ketiga, hasil penelitian dapat dikembangkan atau diringkas lagi menjadi artikel yang dipublikasikan pada jurnal tingkat propinsi dan atau dipresentasikan pada seminar-seminar yang dilakukan di daerahnya. Jika penelitian dilakukan bersama kolaborator dari perguruan tinggi, maka presentasi seminar atau publikasi jurnal dapat menjadi lebih mudah.
Berdasarkan ketiga hal di atas, dapat disimpulkan bahwa sebetulnya, kenaikan pangkat para guru sangat mudah jikalau para guru berupaya melakukan PTK berkolaborasi dengan para pihak luar terutama para dosen LPTK dan Mahasiswa. Hal ini disebabkan karena para dosen dan mahasiswa memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk melakukan penelitian juga demi kenaikan jabatan atau menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Selain itu, biasanya para dosen memiliki akses publikasi yang lebih mudah dan luas. Hal ini tentunya perlu dimanfaatkan oleh para guru.
Posting Komentar untuk "Permasalahan Kenaikan Pangkat Guru dan Usaha Mengatasinya"
Pembaca boleh bebas berkomentar selama isi komentar berhubungan dengan isi postingan, menggunakan kalimat yang santun dan berguna bagi pengembangan blog ini.